Amir Sjarifuddin lahir di Medan, Sumatera Utara pada 27 April 1907
adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri, dan perdana menteri pada
awal berdirinya negara Indonesia. Amir memulai jenjang pendidikannya di
ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai
Agustus 1921. Kemudian atas tawaran saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang
baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad, Amir meneruskan
sekolahnya di Leiden.
Pada periode 1926-1927, Amir aktif sebagai anggota pengurus perhimpunan
siswa Gymnasium di Haarlem dan selama itu pula Amir sering terlibat
dalam diskusi-diskusi kelompok Kristen. Salah satunya di kelompok CSV-op
Java yang menjadi cikal bakal dari GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia). Namun Amir tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di
Leiden, karena pada September 1927 setelah lulus ujian tingkat kedua,
Amir harus kembali ke Medan karena masalah keluarga, walaupun
teman-teman dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di
Leiden. Setelah itu Amir meneruskan kembali pendidikannya di Sekolah
Hukum di Batavia dan tinggal di asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw,
Kramat 106, bersama dengan senior satu sekolahnya Mr. Muhammad Yamin.
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha menyetujui dan
menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang
aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Amir
diminta oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal, menggalang semua
kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam
menghadapi serbuan Jepang. Rencana tersebut tidak banyak mendapat
sambutan, ini disebabkan karena rekan-rekan Amir sesama aktivis masih
belum pulih kepercayaannya terhadap Amir akibat polemik yang terjadi di
awal tahun 1940-an dan mereka tidak paham akan strategi Amir melawan
Jepang.
Pada bulan Januari 1943 Amir tertangkap oleh fasis Jepang. Kejadian ini
diartikan sebagai terbongkarnya jaringan organisasi anti fasisme Jepang
yang sedikit banyak mempunyai hubungan dengan Amir. Melalui beberapa
sidang pengadilan tahun 1944, hukuman terberat dijatuhkan pada para
pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.
Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintah menuduh PKI berupaya untuk
membentuk negara komunis di Madiun dan menyatakan perang terhadap PKI.
Amir sebagai salah seorang tokoh PKI yang pada saat terjadi peristiwa
Madiun sedang berada di Yogyakarta dalam rangka kongres Serikat Buruh
Kereta Api (SBKA) juga ditangkap beserta beberapa orang temannya.
Tanggal 19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa Ngalihan,
Amir Sjarifuddin tewas ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi
Militer. Sebelumnya beberapa orang penduduk desa setempat telah
diperintahkan untuk menggali sebuah lubang besar. Dari sebelas orang
yang diangkut dengan truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang
dieksekusi malam itu.
Riwayat karir Amir Sjarifuddin:
• Menteri Penerangan Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 - 14 November 1945)
• Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946)
• Menteri Penerangan (ad interim) Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 3 Januari 1946)
• Menteri Pertahanan Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946)
• Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
• Perdana Menteri Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948)
• Menteri Penerangan Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 - 14 November 1945)
• Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946)
• Menteri Penerangan (ad interim) Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 3 Januari 1946)
• Menteri Pertahanan Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946)
• Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
• Perdana Menteri Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948)